ULUMUL
QUR’AN
A. PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut
oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang
menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia
mempunyai satu sendi utama yang esensial yaitu berfungsi memberi petunjuk ke
jalan yang sebaik -baiknya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya
Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi
khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar”. (al-Isro: 9)
Al-Quran memberikan petunjuk dalam
persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak dengan jalan meletakkan
dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT
menugaskan Rasul untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar -dasar
itu: “Kami telah turunkan kepadamu Al -Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan
kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir ” (QS
An Nahl : 44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh
Rasulullah SAW, Allah SWT memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya
agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: “Tidaklah mereka memperhatikan isi
Al -Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup” (QS Muhammad :24). Mempelajari
Al-Quran adalah kewajiban. Ada beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus
dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain,
mengenai “memahami Al -Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu
Pengetahuan.”(Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang
ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh
aspek kehidupan).
Penting bagi kita untuk mengetahui
Ilmu al-Qur`an, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah
SWT dan tetap pada ajaran Islam. Apabila kita tidak mengetahui Ulumul Qur’an,
maka kecenderungan mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya
pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam akan terjadi lagi. Apalagi
mengingat sekarang ini bebas dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang
bermunculan.
b. Rumusan Masalah
Memperhatikan realita yang telah diuraikan
diatas perlu adanya pemahaman tentang Ulumul Qur’an itu sendiri yang dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Mengetahui
secara gamblang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ulumul Qur’an.
2.
Menjelaskan
perkembangan Ulum al Qur’an.
3.
Menguraikan
Ruang Lingkup dan Cabang Ulum al Qur’an.
c. Tujuan Pembahasan
Tujuan
dari diadakannya pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1.
Kita
dapat mengetahui pengertian Ulum al Qur’an.
2.
Mengetahui
perkembangan Ulum al Qur’an.
3.
Mengetahui
Ruang Lingkup dan Cabang Ulum al Qur’an.
d.
Kegunaan
Pembahasan
Kegunaan
dari pembahasan ini adalah :
1.
Bagi kami
pembahasan ini merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
2.
Dengan
adanya pembahasan ini tentunya kami semua akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan
kami khususnya tentang Ulumul Qur’an.
B. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Kata ‘Uluum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti
al-fahmu walidraak (“paham dan menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah
menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. Jadi;
yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL QUR’AN ialah yang membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh,
al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR
(“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah
yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan
Qur’an.
Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud
dengan Ulumul Qur’an (Ilmu-ilmu al-Qur’an). Contohnya:
- Imam al-Zarqani dalam kitabnya Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an merumuskan Ulumul Qur’an Sebagai berikut: “Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap al-qur’an dan sebagainya”.
- Imam al-Suyuthi dalam kitab Itmamu al-Dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
C. PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Ulumul Qur’an itu sendiri bermula
dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka
menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan
tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri,
bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis
dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah
S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal
yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada
riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan
Abu Bakar dan Umar r.a. Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan
menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun
terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga
dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul
‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a.
Dan ini dianggap sebagai permulaan
dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan
usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya
yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya
mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid
mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang
termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud,
Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah
bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang
diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan
apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an
yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran
tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai
para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau
melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara
murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad
bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai
Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka
sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn
Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari
sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang
lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin
Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka
itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul,
ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap
didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa
pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya
yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan tafsir.
Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal
adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H),
Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan
‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti
oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna
berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn
Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula
karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang
berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
a. Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru
Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
b. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat
224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
c. Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun
tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.
Pada abad keempat hijri, ada :
a. Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat
309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
b. Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat
351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
c. Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H),
menyusun Ghariibil Qur’an.
d. Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H),
menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an
Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu
ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
a. Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H),
menyusun I’jazul Qur’an.
b. Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat
430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
c. Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun
tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
d. Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H),
menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
e. ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H),
menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang
dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an. Sedang
pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu
Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh
Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul
‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir
sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan
al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh
jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut
tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara
tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum
disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman
Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
- al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
- al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
- al-Qaul
fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri
pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang
ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H)
dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu
Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut
diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
a. Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis
sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
b. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H),
menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
c. Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H),
memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min
Mawaaqi’in Nujuum.
d. Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H),
menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan
modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang
yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah
yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
a. Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh
Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
b. Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan
Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
c. Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad
Mustafa al-Maragi.
d. Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh
Mustafa Sabri.
e. Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr.
Muhammad ‘Abdullah Daraz.
f. Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil,
oleh Jamaluddin al-Qasimi.
g. Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an,
oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
h. Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil
Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
i.
Kitab
Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
j.
Kitab
Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil
Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml
yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an. Pembahasan-pembahasan
tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah
menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
D. RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN
Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul
Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait
dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan
bahwa para perintis ilmu al-Qur’an adalah sebagai berikut :
-
Dari
kalangan sahabat nabi
-
Dari
kalangan tabi’in di madinah
-
Dari
kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
-
Dan
dari generasi-generasi setelah itu.
Para
ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam
lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
- Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di
satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain.
Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian
disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang
dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
- Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan
Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika
mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an
terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui
penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya
serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.
- Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu
dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang
berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu
Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah
dan para sahabat lainnya.
- Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran
dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal
itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka
mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini
mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa
Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.
Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun
tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru
dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani
Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
E. CABANG CABANG ULUMUL QUR’AN
E. CABANG CABANG ULUMUL QUR’AN
Secara garis besar Ulumul Qur’an terbagi dua, yaitu:
a. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat
semata mata, seperti ilmu qira’at, tempat turunnya ayat-ayat al-qur’an, waktu
turunnya, dan sebab-sebabnya.
b. Ilmu yang berhubungan dirayah, yakni
ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami
lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna ayat yang
berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk
memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan
atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an
adalah sebagai berikut :Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu :
-
ilmu
yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
-
Ilmu
Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat
dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib
turun surat dengan sempurna.
-
Ilmu
Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
-
Ilmu
Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang
diterima dari Rasulullah SAW ).
-
Ilmu
tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan
pemberhentiannya.
-
Ilmu
Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang
tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan
sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan
pelik.
-
Ilmu
I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan
lafal dalam ta’bir (Susunan Kalimat).
-
Ilmu
Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang
banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
-
Ilmu
Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang
dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
-
Ilmu
Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap
mansukh oleh sebagian mufasir.
-
Ilmu
Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu
ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
-
Ilmu
I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an,
sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
-
Ilmu
Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu
ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
-
Ilmu
Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah
tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
-
Ilmu
Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam
al-qur’an.
-
Ilmu
Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan
al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
-
Ilmu
Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan
yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan,
kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.
-
Dan
ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.
Daftar
Pustaka
Ahmad Abd al-Rahman Isa. Kuttāb
al-Wahy, Dār al-Liwa’. 1400
Ahmad bin Hajar al-Asqalāni. Fath
al-Bāri, Beirut: Dār al-Ma’rifah.
Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal.
Al-Musnad, al-Qāhirah: Dār al-hadīts. 1995.
Ali bin Sulaimān al-Ubaid. Jam’
al-Qur’an al-Karim.
Al-Qatthan,
Manna. Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an: Pustaka Al-Kautsar. Jakarta, 2006.
Al-Suyūti.
Al-Itqān fi Ulūm al-Qur’an, Beirut: Muassasat al-kutub al-Saqāfiyyah. 1996.
Al-Utsaimin,
Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang: Dina Utama,
1989.
Al-Zarqānī.
Manāhil al-Irfān Fi Ulūm al-Qur’an, al-Qāhirah: Dār Ihya’ Kutub al-Arabiyyah.
1918.
Anwar,
Rosibon, Ulumul Quran,pustaka setia, bandung
As-Shalih,
Subhi. Mabahits fi Ulumil Qur’an. Beirut, 1985.
As-Suyuti,
Jalaluddin. Penerjemah, Ammar Farikh Marzuki. Samudra Ulumul Qur’an Jilid I: PT
Bina Ilmu. Surabaya, 2006.
Bard
da-din muhammad bin abdullah az-zarkasyi, al-Burhan fi ulumul al-Quran
Muhammad
Badr al Din al zarkasyi, Al Burhan fi ulum Al-Quran, (Darul Ma’rifah, Beirut,
1990),
Muslim.
Shahīh Muslim, Beirut: Dār al-kutub al-ilmiyyah.
Zuhdi,
Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur’an: Karya Abditama. Surabaya, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar