PENDAHULUAN
Pemerintahan merupakan organ untuk menjalankan wewenang yang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap rakyat. Meskipun jabatan pemerintahan memiliki hak dan kewajiban/diberikan hak untuk melakukan kegiatan hukum, pemerintah tidak dapat bertindak sendiri. Oleh karena itu diperlukan suatu peraturan-peraturan dan sarana-sarana agar pemerintahan bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik.
Dalam urusan usaha negara, pemerintahan merupakan tombak utama dalam kegiatan tersebut, karena keputusan yang akan diambil atau dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu disini akan dijelaskan apa itu peraturan perundang-undangan dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang memuat pengaturan yang bersifat umum. Agar kita mengetahui kenapa setiap keputusan itu harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan. Kemudian di dalamnya diperlukan sarana-sarana lain untuk menjalankan pemerintahan tersebut, yaitu peraturan kebijaksanaan, rencana (het plan) untuk suatu tujuan yang baik, perbuatan materiel sebagai pekerjaan pemerintah yang sebagian besar ditunjukkan kepada usaha memenuhi kebutuhan nyata.
I. Peraturan Perudang-undangan dan Keputusan Tata Usaha Negara yang Memuat Pengaturan Bersifat Umum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) RI No. XX/MPRS/1966 tentang momeradum DPRGR mengenai sumber tata tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan RI menggunakan istilah peraturan perundangan. Tap MPRS RI No. XX/MPRS/1966 menggunakan berbagai bentuk peraturan perudang-undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut :
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang + Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputuan Presiden
- Peraturan menteri
- Instruksi menteri
- Dan lain-lain
Penjelasan pasal I angka 2, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 merumuskan bahwa peraturan perundang-undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang juga mengikat secara umum”.
Pasal 53 ayat 2 sub a dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 “menentukan bahwa salah satu dasar pengujian (teoetsinggrond) yang dapat digunakan oleh seorang atau badan hukum perdata untuk menggugat badan atau pejabat tata usaha negara dihadapan hakim pengadilan tata usaha negara adalah manakala keputusan (beschkking) yang dikeluarkan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 10 tahun 2004, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud pada pasal 53 ayat 2 sub b Undang-Undang No. 5 tahun 1986 termasuk pula keputusan tata usaha negara merupakan pengaturan yang bersifat umum dan dapat dijadikan salah satu dasar hukum bagi dikeluarkannya suatu keputusan.
II. Peraturan-Peraturan Kebijaksanaan
a. Pengertian Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintah lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan undang-undang formal, baik langsung ataupun tidak langsung.
b. Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan
Menurut J.H. van Kreveld menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijaksanaan adalah sebagai berikut :
1. Peraturan itu langsung ataupun tidak langsung, tidak didasarkan kepada ketentuan undang-undang formal atau UUD yang memberikan kewenangan mengatur, dengan kata lain peraturan itu tidak ditemukan dasarnya dalam undang-undang.
2. Peraturan itu, tidak tertulis dan muncul melalui serangkaian keputusan-keputusan pemerintah dalam melaksanakan kewenangan pemerintah yang bebas terhadap warga negara atau ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintahan tersebut.
3. Peraturan itu memberikan petunjuk secara umum.
c. Fungsi Peraturan Kebijaksanaan
Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya yang berarti :
1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan
2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan
3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan
4. Sebagai sarana peraturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman
5. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
III. Rencana (Het Paln)
Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan manajemen, karena tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan. Pada negara hukum kemasyarakatan modern, rencana dijumpai pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan, dan pendidikan. Rencana juga merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib (teratur). Suatu rencana menunjukkan kebijaksanaan apa yang akan dijalankan oleh tata usaha negara pada suatu lapangan tertentu.
Di Indonesia perencanaan sangat berperan dalam pelaksanaan pemerintahan, disadari bahwa berbagai upaya dan kebijaksanaan yang diambil oleh badan-badan dan pejabat tata usaha negara adalah berkait satu sama lain, serta memiliki konsekuensi keuangan yang saling berpengaruh. Karenanya perlu terlebih dahulu dibuatkan rencana-rencana yang berkaitan secara sinkron, serta tidak tumpang tindih, dan utamanya efisien didalam hal pembiayaan.
Pada umumnya rencana-rencana pembangunan yang dibuat oleh badan-badan tata usaha negara didasarkan pada dasarnya pada besarnya porsi belanja dan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi kegiatan tiap sektor/subsektor dari departemen/non departemen dan jawaban yang bersangkutan. Perencanaan dapat dikategorikan yaitu sebagai berikut :
a. Perencanaan informatif, yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu
b. Perencanaan indikatif, yaitu rencana-rencana yang memuat kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan
c. Perencanaan operasional atau normative, yaitu rencana-rencana yang terdiri dari persiapan-persiapan, perjanjian-perjanjian dan ketetapan-ketetapan.
IV. Penggunaan Sarana Hukum Keperdataan
Pemerintahan dalam melakukan kegiatan sehari-hari tampil dengan dua kedudukan yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan wakil jabatan pemerintahan. Sebagai wakil dari badan hukum, kedudukan hukum pemerintah tidak berbeda atau badan hukum perdata pada umumnya yaitu diatur dan tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum keperdataan. Menurut F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek berpendapat, ketika badan hukum publik terlibat dalam pergaulan hukum keperdataan, ia bertindak tidak sebagai pemerintah sebagai organisasi kekuasaan, tetapi ia terlibat bersama-sama dengan warga privat. Pada dasarnya harus tunduk pada kekuasaan hukum dan hakim (peradilan) biasa, sebagaimana halnya warga negara.
Badan-badan atau para pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua macam peranan, yaitu :
a. Selaku pelaku hukum publik (public actor) yang menjalankan kekuasan publik (public, openbaar gezang) yang dijelmakan dalam kualitas penguasa (authorities) seperti halnya badan-badan tata usaha negara dan berbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan kekuasaan publik.
b. Selaku hukum keperdataan (civil actor) yang melakukan berbagai perbuatan hukum keperdataan, seperti halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan dan sebagainya.
Disini, badan atau pejabat tata usaha negara menjalankan peranan sebagai pelaku hukum keperdataan (civil actor). Perbuatan hukum yang dilakukan badan/pejabat tat ausaha negara itu tidak diatur berdasarkan hukum publik, tetapi didasarkan pada peraturan perundang-undangan hukum perdata, sebagaimana lazimnya peraturan perundang-undangan yang mendasari perbuatan hukum keperdataan yang dilakukan seorang warga dan badan hukum perdata. Terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tata cara/prosedur tertentu yang harus ditempuh berkenaan upaya perbuatan hukum keperdataan yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Misalnya, badan atau pejabat tata usaha negara tidaklah dapat dengan begitu saja melakukan pembelajaran (pengadaan) barang dan jasa bagi kebutuhan departemen/lembaga tanpa melalui tata cara dan prosedur yang telah ditetapkan, apalagi pembelajaran itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penggunaan instrument hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
V. Perbuatan Materiel
Perbuatan materiel dari badan tata usaha/negara dikenal dengan istilah feitelijike handeling, menurut kuntjoro purbopranoto menterjemahkan bahwa perbuatan materiel itu ialah tindak pemerintah yang berdasarkan fakta, sedangkan Djenal Hoesen Koesoemahatmadja mengatakan bahwa, perbuatan materiel ialah tindakan yang bukan tindakan hukum. Pada hukumnya perbuatan materiel selalu dikemukakan sebagai jenis perbuatan pemerintah yang berdiri sendiri dan ditempatkan secara terpisah dari jenis pengelompokkan perbuatan hukum pemerintah.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara maka terdapat kesan bahwa tidak mungkin membawa suatu kasus perbuatan materiel kehadapan pengadilan tata usaha negara, karena keputusan (beschkking) yang dimaksud pada ketentuan undang-undang peradilan tata usaha negara itu memuat perbuatan hukum tata usaha negara dan mensyaratkan timbulnya sifat hukum bagi seseorang/badan hukum perdata.
A.M. Donner (1987) berpendapat, bahwa beberapa perbuatan materiel dari tata usaha negara seperti halnya pemasangan papan nama jalanan, pengukuran tanah swasta guna pembangunan gedung-gedung pemerintah merupakan perbuatan-perbuatan yang secara langsung menimbulkan akibat-akibat hukum. Perbuatan materiel yang dilakukan berkenaan dengan suatu upaya pembangunan tidak terlepas dari wewenang publik yang melekat pada jabatan aparat pemerintahan/badan tata usaha negara. Wewenang publik dimaksud diadakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
KESIMPULAN
Peraturan perundang-undangan selaku penamaan sebuah produk hukum tertulis yang dibuat dan diberlakukan oleh negara berdasarkan tata urutan perundangan menurut UUD 1945, tetapi tidak semua peraturan perundang-undangan dibuat badan kekuasaan legislatif, pemerintah pusat, dan badan-badan pembuat peraturan pada pemerintahan daerah tingkat I dan II. Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum begitu juga dengan keputusan tata usaha negara, peraturan kebijaksanaan, dan perbuatan materiel pemerintah yang berlaku umum dan bisa dijadikan salah satu dasar hukum bagi dikeluarkannya suatu keputusan.
Peraturan kebijaksanaan tidak memiliki dasar yang kuat dalam UUD 1945, baik undang-undang formal, baik secara langsung/ tidak langsung, peraturan ini hanya sebagai pelengkap, penyempurnaan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan. Dalam satu pemerintah diperlukan suatu perencanaan karena tanpa adanya rencana suatu kegiatan dalam pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik, dan tujuan yang dihasilkanpun baik. Rencana ini berfungsi agar tidak terjadi kegiatan yang tumpang tindih dan utamanya biaya yang dikeluarkan lebih efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar